Kamis, 24 Mei 2012

Hidup bertetangga.

Saat datang ke Belanda, sempat terheran-heran dengan kehidupan disini. Suami bertahun-tahun tinggal di apartemen kecil dekat dengan pusat kota. Yang membuat saya terheran-heran sekaligus bingung, suami sama sekali tidak mengetahui nama pasangan orang Suriname yang tinggal bersebelahan...walah..koq bisa yah, itu pikir saya. Menjalani hari-hari dengan tinggal di apartemen, baru saya mengetahui jelas..bagaimana bisa kontak dengan tetangga yang ketemunya jarang-jarang. Beruntung kalau sama-sama bertemu dipintu masuk apartemen, jadi bisa sedikit saling menyapa..selebihnya ? Sama sekali tidak saling tau bagaimana kehidupan mereka. Kadang saya berpikir asik dan nyaman juga, karena tidak seperti di Indonesia yang urusan dalam "kulkas" keluarga bisa menjadi bahan omongan tetangga kanan kiri. Tetapi yang tidak buat saya nyaman, memang benar-benar hidup mereka itu hanya untuk bekerja-bekerja dan bekerja..pulang ke rumah hanya untuk beristirahat, mereka tidak sempat mencari tau (karena memang mereka tidak ingin tau) kehidupan tetangga mereka, bahkan hal terkecil sekalipun, nama tetangga terdekat, yang sama sekali mereka tidak tau. Jadi kalau saling menyapa, mereka hanya menyebut "buurman dan buurvrouw (tetangga laki-laki dan tetangga perempuan) kepada tetangga-tetangga mereka...Hahahaha..kedengarannya lucu, tetapi buat mereka yah cukup sampai disitu saja. Apa ada keributan antar tetangga disini ? Ada..tetap ada....aneh yah ? Mereka jarang bertemu tetapi bisa ribut. Persoalan sepele, misalnya tetangga menyetel radio keras-keras ditengah malam, bahkan anak kecil seusia anak saya yang saat itu berusia belum 2 tahun berjalan dikamarnya yang persis kamar tidur Marco diatas kamar tidur tetangga dibawah bisa membuat tetangga dibawah kalang kabut sewotnya..Hhihihihih..sampai kami dikirim surat oleh tetangga dibawah yang mengatakan bahwa dia akan nonton konser musik dan akan pulang tengah malam, dia ingin tidur nyenyak sampai siang bolong, dia berharap Marco tidak berjalan-jalan dikamar tidur sendiri..kamar tidur Marco loh bukan kamar tidur itu tetangga. Kami saat itu benar-benar menahan diri, tetapi beberapa tetangga yang juga mengalami hal tidak enak dengan tetangga bawah kami mengatakan bahwa tetangga bawah kami itu sebagai orang tidak normal....Hmm entah bagaimana sekarang hubungan dia dengan penghuni baru di apartemen bekas kami tinggal...

Kadang saya emosi juga, beberapa kali dia berpesan agar Marco jangan berjalan-jalan dikamar tidur, karena benar-benar langkah kaki Marco yang kecil itu mengganggu tidurnya. Perempuan yang tidak bahagia, urusan dia mau tidur nyenyak saja, dia berlaku bak seorang ratu..."shuuutttt jangan ribut yah para tetangga, soalnya saya mau tidur nyenyak". Beberapa orang mengatakan, lebih baik itu perempuan pindah tempat tinggal, seharusnya dia tau bagaimana tinggal dilingkungan apartemen. Begitu egoisnya orang Belanda yang satu ini..sekali waktu dia terkilir kakinya dan harus dibalur perban, mungkin saat itu kakinya kesakitan sekali, siang hari..dia berteriak-teriak dan menangis keras...dan tak ada satu orangpun yang datang menolong. Saya ingin menolong, tetapi mengingat bagaimana kelakuannya, saya tidak datang, biar saja dia kesakitan, toh dia bisa telpon tim penolong dari rumah sakit. Kalau kita di Indonesia misalkan tetangga kita kena musibah, dan kita tidak perduli, kita akan jadi bahan omongan tetangga yang lain, juga hati kita terkadang bahkan seringkali merasa tidak enak jika tidak membantu, padahal kita tau tetangga kita itu butuh pertolongan. Disini lain sekali, kita tidak perlu merasa tidak enak hati, dan tidak ada tetangga yang membicarakan ketidak mauan kita untuk menolong, sama sekali tidak akan terjadi...semua akan masing-masing, dan buat mereka apa yang terjadi dengan tetangga dekat bukan urusan mereka. Segitunya yah...


Begitulah sebagian kecil kehidupan disini, kadang aneh, kadang menyenangkan, tetapi sama juga ada hal-hal yang menyebalkan juga.

Rabu, 23 Mei 2012

Cerita di pojok Den Haag...

Beberapa hari yang lalu gw berangkat ke Den Haag, menuju KBRI untuk urusan perpanjang paspor yang hampir habis tanggal 16 Juni mendatang. Menunggu gilirans ambil mengobrol dengan seorang ibu yang akan pulang ke Indonesia hari sabtu ini...cerita ngalor ngidul tentang kehidupan di Belanda. Dan ibu itu bercerita pulalah, dia tingga di Belanda ini hanya dengan suami, sementara anak-anaknya (gw ngga tanya berapa jumlah anaknya) tinggal di Indonesia. Anak-anaknya pernah bersama tinggal di Belanda, tetapi karena ibu (sebut saja ibu Utrecht, karena beliau tingga di Utrecht) dan suami melihat bagaimana kehidupan di Belanda yang banyak orang tidak mengenal TUHAN atau beragama, jadi mereka memutuskan mengembalikan anak-anaknya ke Indonesia. Setiap enam bulan sekali ibu Utrecht kembali ke Indonesia untuk menengok anak-anaknya yang berusia masih dibawah 18 tahun.

Kalau melihat dari sisi kehidupan disini yang banyak orang tidak perduli pada TUHAN, memang pendidikan mengenal TUHAN itu awalnya dari dalam rumah, orangtua yang mengenalkan bagaimana untuk percaya pada TUHAN, dengan tentunya agama yang dianut oleh orangtua. Tetapi sebagai sama-sama seorang ibu, gw mikir..duuh koq tega yah berjauhan sama anak-anak, apalagi mereka masih dalam pertumbuhan. TUHAN ada dimana-mana, TUHAN bisa diajak komunikasi dimanapun kita berada. TUHAN melihat semua. Jujur aja, gw sih ogah berjauhan sama anak gw, apalagi mengatas namakan agama. Gw percaya TUHAN yang gw sembah dan gw percaya sanggup melindungi anak gw dari pergaulan disini. Uang bisa dicari, tetapi kebersamaan dengan anak hanya waktu yang menentukan. Gw ngga mau kehilangan momen dari pertumbuhan anak gw. Okelah kalau di Indonesia anak ibu Utrecht ini diasuh dan tinggal dengan oma-opanya atau dengan keluarga terdekat...tetapi kayaknya gimana gitu..itu kan anak-anak dia, masa sih harus kakak, adik atau orangtua dari ibu Utrecht ini yang merawat anak-anaknya.....Gw sampe situ ngga habis pikir. Berapa lama anak bersama orang tua ? 18, 20, 25 tahun ? Yah itupun kalau qt sebagai orangtua diberi umur panjang dan masih sanggup mengantar anak-anak kita sampai jenjang pernikahan....

Buat gw, anak gw tetap harus ditangan gw, gw ngga mau mami gw atau mertua gw yang merawat anak gw..bener-bener ga adil banget. Lah orang tua n mertua gw kan sudah cukup dong merawat gw dan laki gw sampe akhirnya kita dipertemukan dan menikah..walopun laki gw dari dia umur 23 tahun dah bener-bener mandiri, sewa tempat tinggal sendiri. Kapan dong orangtua qt bisa santai dan menikmati hari tua kalo masih harus juga mengurus cucu-cucunya ?

Apa sih yang ada diotak ibu ini ? Kalaupun pendidikan agama kenceng diterapin dirumah, bisa aja anak tuh karena pergaulan trus melenceng ? Sapa yang bisa nolong ? TUHAN...nah TUHANnya berdiam dimana ? Di Indonesia ? Hadooohhhh pendidikan agama bisa didapat juga di Belanda, ngga perlu jauh-jauh dipulangin ke Indonesia..TUHAN mengerti koq, TUHAN siap bantu...apalagi anak-anak adalah anugrah TUHAN. Masa sih TUHAN ngga sanggup nolong ?
Rencana ibu Utrecht ini akan menarik anak-anaknya kembali ke Belanda bila mereka cukup umur. Berapa tahun lagi baru mereka bisa berkumpul bersama ?

Sungguhan, gw ngga ngerti.

Minggu, 20 Mei 2012

:-D Eindelijk....

Op 13 maart 2012 volgde ik weer staatexamen, ik moest LUISTEREN examen doen, waarvoor ik nog niet was geslaagd. Ik was gefrustreerd, want ik heb het al 5 keer  gedaan. Ik wist niet wat ik moest doen. Mijn man zei, "gewoon doen". Niemand kan mij helpen...Natuurlijk.. Ik antwoordde alle vragen, maar ik wist niet of mijn antwoordden goed of fout waren.

Ik vertelde aan mijn man over mijn vrienden, die ook staatexamen moesten doen. Zij hebben maximaal 2 keer examen gedaan en geslaagd. Mijn man zei altijd, dat ik niet naar iemand anders moest kijken.
Mijn man en mijn zoontje brachten me naar examen locatie in Amsterdam en toen ik de auto wilde uitstappen, zei mijn man, "succes, lieverd, ik weet dat je de best kan doen".
Ik moest 40 vragen snel antwoorden. Een paar vragen kon ik goed antwoorden, maar echt ik wist het niet. Ik deed de best, die ik het kon.

Na mijn examen afgelopen, haalde mijn man mij terug. Ik wilde niet veel praten over examen. Hopeloos L
Daarna moest ik ongeveer 6 weken wachten. Vijfde week na examen, zat ik achter computer, probeerde ik web site van Ib Groep open. Ik drukte uitslaag examen, ik tipte mijn kandidaat nummer…en….hoeraaaaaa..eindelijk..ik ben geslaagd….Ik belde aan mijn man, ik vertelde over mijn uitslaag examen, maar mijn man kon niet verstaand omdat ik huilde.

Dank U wel God….toch ik heb mijn NT2 1 gehaald. Ik ben erg blij.